-->
Tahukah
bagaimana caranya menutupi rasa sakit ketika yang menjadi penyebab bertanya
kamu kenapa???
Aku semakin merunduk dalam,
membiarkan kain putih tetap menjalar menutupi sebagian dari mukaku, hanya bisa
mengelak tanpa landasan. Bahkan aku tak bisa menatap pandanganmu pagi ini.
Bukan karena tak mau, tapi tak terlalu mampu melihat sorot matamu namun bukan bayangku
yang terpantul di sana. Masih terpaku dengan berpura-pura tidak perduli,
bagaimana mungkin kau bisa menganggapku baik-baik saja. Aku sakit, aku sakit,
amat sakit. Harusnya kau sudah peka, kau sudah mengeja dengan sangat sempurna.
Berdiri disampingku ketika aku terhenyak semakin menghindarimu, aku merindumu
tanpa ada kamu ditempat itu. Tapi untuk apa merindu kalau saja tidak untuk
dibalas, kau tak pantas membalas. Kaku setiap ada kata-kata membahana pada
akunmu, aku benci untuk mengakui jika aku cemburu. Sungguh, pertahanan yang
dalam waktu singkat mampu roboh. Mau bersandar pada siapa lagi? Kalau saja,
teman yang seharusnya menjadi penegar malah berubah menjadi malaikat pembunuh
perasaan dalam sekejap. Menemui luka lagi ketika mereka- mereka yang ku sebut
sebagai teman seolah memutar balikan aku yang semakin rapuh. Aku harus menangis
dan mengadu kepada siapa? Siapa lagi? Bahkan tiga seperempat alasan aku
menangis itu karna pertahanan yang jebol oleh ulah temanku, dan selebihnya
karena kamu. Kau mungkin tak pernah merasa bagaimana sulitnya, berdecak dalam
diam ketika aku melihatmu dari kejauhan. Mungkin kau tidak tahu kalau saja,
waktu yang tersisa ingin ku lukis kenangan yang tak terlupakan. Tapi untuk
menatapmu pun aku semakin terluka, kau harusnya sadar… aku tidak baik-baik
saja. Aku terperdaya dalam kisahmu, jangan seret aku lagi dalam ceritamu. Apa yang
ingin kau dapatkan dariku? Kau sudah punya dia yang amat menyukaimu. Apakah
luka yang ingin kau torehkan? Kau bahkan sudah berhasil merobek semuanya. Air
mataku yang kau mau? Bahkan tiap kali ku tahan airmata kalau saja kutemui
mesramu untuk dirinya. Aku masih tahu diri, masih tahu dimana batas diagonal
ketika kita tidak bisa bersama. Aku mengerti. Bagaimana mungkin aku bisa cepat
melupa kalau saja kita sering dipertemukan. Bagaimana bisa seolah tidak perduli
kalau saja kau begitu berarti. Bagaimana bisa berpura-pura baik kalau saja
jarak kita terlalu dekat, bahkan kalaupun bisa memilih. Aku lebih memilih untuk
berpisah denganmusekarang dan tidak aka nada pertemuan lagi.
Yang
salah itu kenapa kita dipertemukan, yang salah itu kenapa aku dibiarkan tidak
sadar. Yang salah itu kenapa aku dengan begitu bodohnya menangisi hal yang
nyata-nyata sia-sia. Dan yang terbodoh itu aku. Aku Karena kau biang keladinya.
@that
@that
seperti bersinar dalam kegelapan! redup menggelayut |