Selamat pagi. Selamat
pagi untuk apapun suasana mentari, sebab aku ingin mengucapkan selamat pagi
untukmu setiap pagi ketika kelopak matamu melihat sekeliling lantas mendapati
sepasang bola mataku menatapmu begitu dalam hingga merasa ikut hanyut
didalamnya. Iya ketika Tuhan mengizinkan suatu saat─entah kapan─ aku bisa
berbaring disampingmu, satu atap, satu dermaga lantas bersama-sama menghabiskan
tutuk usia saling menyempurnakan menjadi kekasih-Nya.
Selamat ulang tahun.
Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun untukmu yang mendekati sempurna,
hingga aku pun merasa linglung harus memanjatkan do’a apa lagi agar menjadi
segempil rangkaian kata agar selalu kau ingat. Menjadi bagian dari puzzle
hidupmu─meski seberapa kecil itu─selagi diridhoi. Sebab aku yakin Tuhan dengan
mudah mengabulkan segala doa, sebab Tuhan amat sangat mencintaimu; begitu pula
aku.
Ada satu kesalahan, bukan kesalahan, tepatnya suatu hal yang sampai sekarang dan kapanpun tidak bisa ku perbaiki; aku wanita. Hawa yang setiap pengakuan terdengar rendah dan hina. Lalu hak wanita itu apa? Hanya terdiam lantas menerima hati yang berusaha mengikat lalu berjanji menjaganya? Aku pun ingin begitu? Namun aku merasa jika hatiku sudah ada yang menjaga, siapa? Kamu.
Aku wanita. Mana mungkin
bisa aku mengungkap apa-apa yang merongrong memenuhi ruang hatiku yang tak lagi
simentris, bergeser setiap harinya menjadi diagonal-diagonal yang tak beraturan
tataannya. Penuh sesak kerinduan yang mendekap didalamnya. Seperti riuhnya
kisah-kisah pasangan manusia selayaknya. Namun aku begitu amat bersyukur pernah
memilikinya. Apa? Bersyukur sebab Tuhan memberiku izin sejak beberapa tahun
yang lalu bertemu denganmu─meski sebatas melihatmu dari kejauhan─tapi itu sudah
lebih dari cukup.
Aku wanita. Lantas
begitu mudahnya para pria memintaku menjadi kekasihnya? Begitu gampangnya para
pria bersumpah ingin menjagaku? Begitu polosnya para pria dengan hasratnya
ingin menjadikanku jodoh sementara?
Aku wanita. Lantas aku
selalu memperbaiki iman, tabiat, dan peringai menuju sesuatu hal yang hakiki.
Memantaskan diri lagi dan lagi mengimbangimu. Agar kelak ketika kau melihatku
kau mengenaliku sebagai jodohmu. Aku sudah menolak, aku berulang kali menolak,
meski nyatanya hidup dalam kesendirian ataupun dibumbui ejekan lingkungan
menyandang status lajang itu tidak mudah. Atau bahkan hinaan dari para lelaki
yang tak sampai mendapati hatiku itu membuatku ingin menangis, iya, mereka
dengan mudahnya berkata mencintaiku lalu mengataiku wanita penunggu karma.
Lantas, ketika kau
menyadari hidupmu sudah terganggu oleh ulahku. Mungkin sebentar-sebentar kau
pernah berfikir ternyata ada wanita yang “nggiloni” sepertiku. Bisa jadi, iya
barangkali. Kau tidak tau kan, setiap kali aku melihatmu berkendara aku selalu
berucap “hati-hati dijalan”, setiap kali aku melewati rumahmu aku berucap “aku
ingin berpulang dirumah itu”, ketika aku melihatmu aku bilang “semoga Tuhan
menjaga namaku yang menunggu didepan hatimu”, dan pula saat aku melihat akunmu
aku selalu berucap “semoga aku wanita beruntung yang dijodohkan memilikimu”.
Kamu juga tidak tahu kan alasanku ingin menghabiskan semasa kuliah lalu
berkecamung di prodi sastra, sebab aku ingin menuliskan segala apa-apa yang
esok kita jalani─jika Tuhan menghendaki. Aku ingin bisa merapal seluruhmu
melalui kata yang terbata-bata, membuat apa-apa yang gila menjadi mereda.
Kamu, lelaki kemaren
Sore. Aku pun tumbuh menjadi wanita sewajarnya, membersamai cinta dengan
kerinduan yang melepuh seolah lumpuh ingin membunuh. Aku sudah berulang kali
mencari obat, memantapkan hati diperaduan jika menunggumu semoga bagian dari
ibadah. Aku mantap menghadap kiblat ketika rindu ini tak tertahan, ketika
buih-buih air mataku yang sudah meleleh ini tumpah tak karuan. Iya, aku juga
ingin kau merapal namaku disela doamu.
Kamu lelaki yang
kemarin. Entah bagaimana aku bisa menyusun pengakuan. Iya, aku tak berusaha
terlihat begitu hina didepan lelaki. Iya Cuma kamu. Cuma kamu yang bisa
membuatku lupa caranya malu. Sebab Tuhan sudah mematri namamu dibarisan teratas
setelah orangtuaku.
Kamu lelaki esok. Pun
aku pernah berfikir tentang kondisi psikisku jika suatu saat Tuhan tak meridhoi
dan menjawab penantianku. Atau begitu mudahnya ku dengar kau hendak
menghalalkan diri dengan hawa yang lain─entah apa yang akan terjadi dengan ku.
Tak gentar, aku menuai penuh harap dalam redupnya gelap. Aku tak apa-apa
menghadapi rancuan kehidupan tanpa pundak. Mendaki ribuan masalah penuh sesak.
Sebab menyusuri abjad namamu segala yang ragu takkan menjadi rancu.
Kau. Aku tak berniat
memintamu menjadi milikku dengan tulisan ini. Aku hanya ingin─amat sangat─ kau
pun mengamini semoga kau benar tempatku berlabuh. Aku ingin menjadikanmu tempat
berpulang, mengerang, merawat, menyantap, menjadi tuan, mengadu, dihatimu?
Boleh? Semoga malaikat pun mengamini panjatan ini hingga sampai dikabulkan
Tuhan.
Dan untukmu, semoga
wanita beruntung yang entah siapa kelak memilikimu meyakinkanku untuk bisa
mengiklaskanmu membersamainya─ meski amat sangat berat sekali.
Selamat ulang Tahun...
0 komentar:
Posting Komentar