MELARUNGI SASTRA DARI BERBAGAI SISI
Wahyu Sekar Sari
Pengantar
Hakikat
sastra memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Lewat sebuah karya
sastra, seorang pembaca akan mendapatkan manfaat sebagai hiburan dan juga
pemahaman terdapat hidup. Berbeda dengan penulis, para penulis sastra secara
lihai akan mencampuradukkan kreatifitas yang ada dalam pikirannya dengan
balutan kata-kata pilihan. Kata-kata tersebut secara serta merta mempengaruhi
psikologis pembaca sehingga secara otomatis pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis benar-benar sampai kepada pembaca. Misalkan saja ketika pembaca membaca
novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer. Selain untuk mengisi waktu
luang, karya sastra tersebut juga memberikan ilmu yang banyak sekali mengenai
kehidupan, tidak hanya itu saja, pembaca akan mengetahui seluk beluk kehidupan
bangsawan, kehidupan di masa lampau, dan bahkan banyak sekali pertuah-petuah
berisi nasihat kehidupan yang diselipkan di antara dialog-dialog antar tokoh.
Refleksi
dan potret hidup juga selalu mewarnai karya sastra yang ada di tanah air. Banyak
sekali tragedi-tragedi yang dibungkus dalam sebuah cerita beralur. Novel “Ronggeng
Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari menceritakan dengan sangat gamblang kehidupan
seorang penyanyi ronggeng yang berada di daerah Banyumas. Lewat novel tersebut,
Ahmad Tohari mengangkat cerita dengan menonjolkan sisi-sisi kebudayaan yang ada
di daerah tersebut. Berbeda dengan
dua penulis yang sudah disebutkan di atas, Sapardi Djoko Damono dalam
tulisannya lebih banyak menyampaikan tentang kisah cinta. Cinta tersebut tidak
hanya di antara laki-laki dan perempuan saja tetapi juga kecintaan dengan sang
pencipta, lingkungan dan terhadap karya sastra.
Plato
menganggap bahwa karya seni berada di bawah kenyataan karena hanya tiruan dari yang
ada di pikiran manusia yang meniru kenyataan sedangkan Aristoteles sebagai
murid Plato menganggap karya sastra di atas kenyataan untuk menyucikan jiwa
manusia.Aristoteles menganggap mimetik tidak semata-mata menjiplak kenyataan
melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaharuan. Pada prinsipnya
menganggap karya seni sebagai pencerminan, peniruan, ataupun pembayangan
realitas. Hal itu benar khusunya untuk seni dalam hubungannya dengan kenyataan.
Karya sastra sebenarnya juga merupakan penceritaan ulang terhadap cerita-cerita
yang sebenarnya sudah pernah terjadi di dunia nyata dan ditulis sebagai
pelajaran.
Daya Tarik Sastra Lewat Media
Sosial
Sastra sebenarnya memiliki daya
tarik sendiri dalam hal digemari oleh pembacanya karena bahasanya yang lebih
bernuansa keindahan. Banyak sekali anak muda yang ternyata juga senang dengan
buku-buku sastra, apalagi tentang sastra yang berbicara soal hidup dalam
kehidupan. Banyak sekali anak muda yang mulai senang mendatangi acara yang
berkaitan dengan sastra, misalnya bedah buku, launching naskah drama, pementasan musikalisasi puisi, dan
pementasan teater yang juga berangkat dari karya sastra sebagai naskahnya.
Gencarnya berbagai aplikasi yang
dalam waktu sekejap bisa terpasang di ponsel yang canggih membuat anak muda
yang jarang mengikuti acara-acara tersebut tidak kehabisan akal. Lewat beberapa
media sosial seperti twitter, facebook, line, tumblr dan lain-lain pada anak
muda dengan praktis dan dalam waktu singkat bisa menemukan quotes atau kata-kata bijak yang mereka senangi. Berangkat dari hal
tersebut, seiring dengan berjalannya waktu mereka akan coba-coba membaca
buku-buku karya sastra yang ditulis oleh pengarang yang kata-kata bijaknya
sering mereka kutip lewat media sosial. Berasal dari mencoba-coba kemudian
muncul statement bahwa membaca adalah
kebutuhan.
Kesinambungan Sastra dengan
Peradaban
Dokumentasi sosial dan masalah-masalah sosial dalam
beberapa novel dikupas berdasarkan dengan peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi pada masa itu. Penulis seolah-olah merekam setiap kejadian dengan
begitu runtut setiap tahunnya serta pengungkapan-pengungkapan permasalahan yang
disusun secara sederhana namun begitu rinci dan memiliki kesan ringan. Pada
novel “Jentera Lepas” karya Ashadi Siregarmenceritakan tentang pergolakan PKI
dari kurun waktu 1964 sampai akhir bulan di 1970. Melalui tokoh Budiman,
seolah-olah tokoh tersebut dengan piawainya mengajak pembaca menjelajah peristiwa
sejarah dari waktu ke waktu. Diselinginya kisah sejarah dengan ramu-ramu
hubungan percintaan membuat kisah ini begitu ringan dan enak dibaca, kesannya
tidak terlalu berat dan tidak terlalu menegangkan. Melalui novel ini pembaca
juga mengetahui informasi-informasi apa saja yang terjadi setelah kemerdekaan
di tahun-tahun itu sebagai dokumen-dokumen sosial dan potret sosial.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas Warton
dibuktikanbahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Sastra
menurut Warton, mampu menjadi gudang adat istiadat, buku sumber sejarah
peradaban, terutama sejarah bangkit dan runtuhnya semangat kesatriaan.
Sastra Anak
Sastra
mengandung eksploitasi mengenai kebenaran kemanusiaan. Sastra juga menawarkan
berbagai bentuk motivasi manusia untuk berbuat sesuatu yang dapat mengundang
pembaca khususnya anak-anak mengembangkan fantasinya. Sastra anak dapat
berkisah tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal.
Misalnya kisah binatang yang bisa berbicara dan berperasaan selayaknya manusia.
Sastra
sudah mulai melekat pada jiwa seseorang mulai dari anak-anak yang dibungkus
menjadi sajian yang berbeda-beda. Umumnya anak-anak akan meminta orang tua
mereka membacakan buku-buku cerita dan dongeng sebelum mereka tidur, meminta
orangtuanya membelikan buku fantasi misalnya Lord Of the Rings, Cinderella, cerita detektif, dongeng, cerita
kancil mencuri timun, Harry Potter, dan lain-lain yang ternyata secara tidak
saja membangun imajinasi dan kreatifitas anak-anak. Lewat sastra tersebut
anak-anak juga akan belajar tentang hal yang baik atau buruk karena pada bacaan
anak-anak umumnya terdapat tokoh yang baik dan tokoh yang buruk. Sehingga
disamping sebagai hiburan, sastra juga mengandung citra dan metafora kehidupan.
Kontribusi sastra anak yang lainnya yaitu pada nilai personal dan nilai
pendidikan pada anak. Pada nilai personal, sastra akan mempengaruhi beberapa
perkembangan yang sedang tumbuh dalam diri seorang anak diantaranya
perkembangan emosional, intelektual, imajinasi, rasa sosial, dan rasa etis
serta keagamaan.
Nilai pendidikan dalam sastra anak terutama mengenai perkembangan bahasa,
pengembangan nilai kehidupan, wawasan, dan menanamkan kebiasaan membaca pada
diri anak.
Sasta anak terbagi menjadi beberapa genre yang di dalamnya terdapat beberapa
karya sastra yang layak konsumsi oleh anak-anak berbagai usia. Menurut Mitchell (via Burhan:
2005) genre menunjuk pada pengertian tipe atau kategori pengelompokkan
berdasarkan gaya, bentuk, atau isi.
Belajar Kebermanfaatan Hidup Lewat
Sastra
Sastramerupakan
seni kreatif yang objeknya adalah manusia
dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Kehidupan
manusia yang digambarkan dalam sastra dapat sebagai transformasi kehidupan faktual, baik kehidupan sosial
berdasarkan imajinasi. Bentuk karya sastra sangat banyak sekali, diantara yang bersifat imajinatif dan
non-imajinatif. Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan. Banyak sekali ilmu
yang bisa di dapat dari belajar sastra, seperti ketika kita membaca atau pun
menulis essai kita akan tahu tentang fakta yang kemudian dikupas menurut
pandangan pribadi, kita bisa mengetahui tanggapan dan kritik orang lain
terhadap suatu fonemena yang bisa jadi adalah solusi dari permasalahan yang
ada. Melalui biografi dan otobiografi, seorang pembaca juga bisa mengetahui
riwayat hidup seseorang yang diterangkan secara runtut dan jelas sehingga
pembaca akan mengetahui beberapa hal yang menjadikan tokoh menjadi orang yang berguna. Contoh singkatnya apabila ada
seorang anak muda yang bercita-cita ingin menjadi orang yang kaya raya, dia bisa saja membaca
biografi Steve Jobs tentang kiat-kiat menjadi sukses.
Sebuah karya sastra yang bermutu
merupakan penemuan, sedangkan karya yang
bermutu merupakan ekspresi sastrawannya. Dari sini bisa diambil kesimpulan
bahwa seorang sastrawan juga bisa menyumbang sebuah penemuan baik dari segi
ilmu Bahasa atau keterkaitannya dengan kehidupan.
Dalam pengajaran bahasa dan sastra
di sekolah diberikan empat jenis keterampilan berbahasa. Keempat jenis
keterampilan tersebut adalah mendengarkan (menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Dalam menguasai keterampilan berbahasa, awalnya anak mengenal Bahasa
melalui menyimak. Setelah menyimak, anak berusaha untuk berbicara menirukan
Bahasa yang disimak. Tahap berikutnya, anak
akan berlatih membaca dan berusaha untuk mengenal bentuk tulisan. Setelah itu, ia akan berusaha
untuk menulis.
Menulis merupakan sarana
mengembangkan daya pikir atau nalar dengan mengumpulkan fakta, menghubungkannya
kemudian menarik kesimpulan dan
memperjelas sesuatu karena gagasan-gagasan yang
semula masih berserakan dan tidak runtut di dalam pikiran dapat
dituangkan secara runtut dan sistematis.
Lado (lewat Andri Wicaksono, 2014:
11) mengungkapkan bahwa menulis adalah menempatkan symbol-simbol grafis yang
menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat
dibaca oleh oranglain yang memahami Bahasa tersebut beserta simbol-simbolnya.
Banyak sekali penulis-penulis besar yang menyelipkan
nasihat-nasihatnya kepada penerus untuk
menulis seperti Pramoedya Ananta Toer, Buya Hamka, Djoko Pinurbo, dan masih banyak lagi.
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam di telan angina, akan abadi, sampai
jauh, jauh di kemudian hari.
Lalu
muncul kutipan dalam novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer.
Setiap orang Belanda mencintai dan
membacai karya milik sendiri, negeri Nederland, sastra Belanda.
Terlihat sekali sindiran Pramoedya
yang berbicara seolah-olah orang Indonesia lebih mencintai karya sastra negeri
oranglain. Banyak orang-orang yang merasa lebih keren apabila membaca buku-buku
terjemahan, mereka bahkan meninggalkan sastra Indonesia tanpa mereka mengetahui
tentang kualitas sasta Indonesia yang sebenarnya bisa disaingkan dengan sastra
di negara lain.
Fenomena perfilman yang ada di
Indonesia juga memperihatinkan. Bukankah sebuah film yang berbobot pasti
berangkat dari skenario yang digarap
secara matang dan barang tentu isinya juga berkualitas? Namun pada
kenyataannya masih banyak sekali film-film ataupun acara di setiap stasiun
televisi di Indonesia masih jauh dari kata”berbobot”. Padahal banyak sekali
karya sastra Indonesia yang juga di
tulis oleh bangsa Indonesia sendiri memiliki nilai-nilai kehidupan yang tinggi
dan layak dikonsumsi oleh berbagai kalangan karena tidak meninggalkan
nafas-nafas kehidupan di Indonesia.
Sastra Terkadang Terlupakan
Di Indonesia sesungguhnya terdapat
banyak jurusan sastra Indonesia, baik kependidikan maupun nonpendidikan, tetapi
jumlah dosen dan mahasiswa yang aktif menulis dapat dihitung dengan jari.
Banyak sekali mahasiswa sastra Indonesia pada khususnya dan mahasiswa jurusan
lain pada umumnya yang masih enggan menulis. Parahnya lagi, banyak mahasiswa
sastra yang menyusun skripsi tidak diikuti niat yang sungguh-sungguh untuk
mengembangkan sastra, tetapi hanya dengan motivasi ‘sebagai syarat kelulusan’.
Sementara itu, kualitas isinya
tidak diperhatikan (Sugihastuti, 2002: vii).
Sastra akan berkembang apabila
didorong adanya kritik dan apresiasi sastra yang berkualitas. Melalui kritik,
sastra akan dikupas habis, sebagai contoh bahwa novel yang terlalu menggurui
itu tidak baik, sehingga dalam menulis seseorang tidak hanya berkhotbah, namun juga memasukkan pikiran-pikiran yang jernih ke dalam suatu
karya sastra. Seiring berjalannya waktu, sastra akan semakin berkualitas dengan
masih tetap berasaskan ilmu dan pengetahuan.
Keprihatinan yang lain jika para
ilmuwansastra enggan menulis adalah
tidak berkembangnya ilmu sastra Indonesia. Banyak kalangan mengharapkan agar
kita mempunyai teori dan kritik sastra khas Indonesia. Selama ini ilmu sastra hanya diadopsi oleh buku-buku
dari bangsa Barat. Di perkuliahan sastra Indonesia sendiri, banyak sekali
buku-buku tentang teori sastra yang
menggunakan bahasa asing. Berarti, sudah cukup diketahui bahwa ternyata ilmu
sastra di Indonesia belum terlalu berani
mengungkapkan jati dirinya sebagai sastra Indonesia.
Kritik sastra kita pun berisi kritik sastra Barat, padahal kita
menyadari bahwa sastra Indonesia seharusnya
bernafaskan budaya Indonesia, bukan Barat. Dengan demikian, selama ini kita
telah memaksakan untuk menilai sastra
dan budaya kita dengan kaca mata Barat,
tentu saja hal ini bukanlah gejala yang
menyenangkan. Permasalhan seperti ini bisa ditanggulangi dengan menumbuhkan
minat akan sastra yang tidak setengah-setengah saja. Apabila hal
ini terlaksana, maka minat menulis pasti akan muncuk secara otomatis.
Penutup
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, jelas bahwa banyak sekali manfaat yang diperoleh dari kemampuan
menulis. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang didapatkan lewat sastra
seperti tentang ilmu-ilmu kehidupan yang dibungkus menjadi sebuah puisi,
cerpen, novel, essaidan karya sastra lainnya. Untuk itu, perlu dikembangkan kemampuan menulis dan
berlatih menulis secara terus menerus.
Hal ini bertujuan menjadikan seseorang
lancar dan baik dalam membuat tulisan.
Apalagi mengingat kemampuan menulis merupakan kemampuan Bahasa yang sukar,
tentu saja pengembangan dan latihan menulis dapat dijadikan penngalaman
produktif yang berharga bagi
seseorang.Seseorang juga perlu meniupkan ruh pada sebuah tulisan yang
merupakan hasil internalisasi visi, emosi, dedikasi, pengalaman, logika,
wawasan, semangat, kontemplasi dan keterampilan teknis seorang penulis. Namun di sisi lain
juga muncul ironi tentang sastra itu sendiri.
Daftar
Pustaka
Nurgiyantoro,
Burhan. 2005. Pengantar Pemahaman Dunia
Anak. Yogyakarta:
Gadjah
Mada University Press.
Sugihastuti.
2002. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw,
A. 1984. Sastera dan Ilmu Sastera.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Wicaksono,
Andri. 2014. Menulis Kreatif Sastra dan
Beberapa Model Pembelajarannya. Garudhawaca.