RSS

Part Test of Life

Salam kenal buat kawan terhebat,
"Hanya seseorang yang mengabdikan dirinya untuk suatu alasan dengan seluruh kekuatan dan jiwanya yang bisa menjadi seorang guru sejati. Dengan alasan ini penguasaan menuntut semuanya dari seseorang."
-Albert Einsten-

CONTOH RESENSI


PENANTIAN BERSEKAT



Judul       
Mi Amor di titik nol kota  Madrid

Penulis    :  
Sayfullan

Penerbit 
Senja, Yogyakarta

Terbit      :
Desember 2013

Tebal       :  
314 Halaman

ISBN       :  
978-602-255-403-5

            
          Penantian? Lantas apa yang kemudian terlukis di dalam benak seketika mengeja kata itu? Kebanyakan pemikiran remaja selalu mengaitkan antara penantian dengan kisah percintaan yang penuh kesetiaan lantas selalu ada hal-hal romantis di dalamnya. Menganalogikan cinta sekedar perihal gaib yang mengikat pasangan yang mengeram di hati satu sama lain. Padahal cinta tak sesempit itu, sedang penantian tidak sesingkat menunggu turunnya hujan. Meski hujan deras mengguyur, masih tetap ada pelangi yang memayungi (hal.239).

              Tuhan bahkan menciptakan suatu perbedaan pada perkara yang kadang dianggap sama. Sepasang anak kembar yang amat sangat mirip wajah dan postur tubuhnya tetapi memiliki perangai yang amat sangat berbeda, Kiana dan Serilda. Kiana yang menggeluti dunia seni, fashionable, supel, dan ramah sedangkan Serilda yang tergila-gila dengan ilmu sains, anti fashion, judes, galak, dan egois. Kedengkian juga membuat mereka saling jauh dan tidak ingin terlihat sama, misalnya dalam hal berpakaian dan model rambut. Lantas apa yang membuat mereka sama? Mereka sama-sama menyembunyikan kecintaan bersaudara dihati mereka masing-masing.

              Sedang apa hebatnya cinta? Cinta bisa meleburkan kekerasan hati dan membakar kedengkian di hati Serilda atas keberhasilan bakat yang dimiliki Kiana. Cinta pula yang membuat hasrat ingin memiliki terpenjara rapat-rapat. Kiana belajar mencintai dengan cara mengikhlaskan Adit. Seseorang yang setiap tanggal 23 Maret selama tiga belas tahun ia tunggu kedatangannya. Hingga suatu saat ia mendapati dirinya kesakitan ketika tahu bahwa Adit adalah calon tunangan Serilda. Kesetiaan tidak lantas lenyap hanya karena waktu. Tidak akan hangus terbakar musim. Meski jarak membentang.

              Tidak hanya itu, penulis juga seolah-olah ingin mengajak pembaca untuk melihat “penantian” dari sudut pandang lain. Penantian seorang Ibu yang kesakitan karena kekecewaan meninggalkan anaknya hanya demi kebahagiaannya sendiri. Penantian yang membuatnya merasa dihukum Tuhan dengan penyakit yang dideritanya. Penantian juga tidak melulu berbicara soal jarak, seperti Reza yang terus mencintai meski Kiana sulit untuk membalas. Reza dan Kiana sama-sama hidup dalam penantian, tapi penantian dalam konteks yang berbeda. 

              Lalu ketika berbicara tentang cinta orangtua kepada anaknya, novel ini juga menceritakan betapa tidak adilnya seorang ayah memperlakukan putri kembarnya dengan tindakan yang berbeda. Penulis menyampaikan jika seolah-olah salah satu putrinya menderita suatu penyakit, seorang ayah harusnya menyamaratakan kasih sayang diantara keduanya. Itulah takdir, manusia tidak bisa menentukan siapa yang diberi indahnya sakit atau diberi nikmatnya sehat.

              Penulis juga mampu menggambarkan suasana Madrid dengan detail melalui kata-kata sederhana sehingga pembaca merasa menjadi tokoh yang ikut berpetualang dan berperan dalam cerita. Istilah-istilah dalam bahasa Belanda pun membuat kesan yang tidak kalah menarik dan memberi pengetahuan kepada pembaca tentang bahasa Belanda sehari-hari. Penulis juga piawai dalam menciptakan dan merangkai hal-hal kebetulan yang alurnya tidak terduga. Membuat penasaran hingga rasanya ingin membaca lagi dan lagi.

              Ending ceritanya pun dikemas dalam bentuk yang apik. Memadukan antara opini, mitos, dan tempat-tempat yang dianggap monumental sebagai jawaban dari kisah cinta yang kejelasannya masih menggantung. Penantian juga ada batasnya. Bersekat. Ada tanda bacanya, titik. Bahkan ketika berjalan untuk mencapai sesuatu hal yang dinanti tersebut kita bisa menemukan sesuatu hal yang rumit tapi penuh kepastian. Perasaan penuh dengan jawaban. Sebab terkadang penantian yang lebih condong ke hal terlalu menungggu itu tidak baik, terlalu itu menipu, terlalu itu menyakiti, terlalu itu buruk. 

              Novel ini ditulis oleh Sayfullan yang tetap memiliki ambisi menulis spesial untuk kedua orangtuanya yang sudah meninggal. Penulis yang mengajak pembaca untuk tetap bersyukur meskipun ginjalnya tidak berfungsi lagi. Meski konflik cerita kurang memberi sugesti emosional namun penulis mampu menyajikan amanat dan nilai-nilai kekeluargaan yang dibungkus dengan kisah remaja yang ringan dan mengalir sehingga menjadi suatu bacaan yang bagus. Novel yang sangat menarik untuk dibaca karena bisa menjadi pelajaran dalam hidup.

                                                    Wahyu Sekar Sari/13210141050/Bahasa dan Sastra Indonesia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar