RSS

Part Test of Life

Salam kenal buat kawan terhebat,
"Hanya seseorang yang mengabdikan dirinya untuk suatu alasan dengan seluruh kekuatan dan jiwanya yang bisa menjadi seorang guru sejati. Dengan alasan ini penguasaan menuntut semuanya dari seseorang."
-Albert Einsten-

Surat Izin Jatuh cinta #Part2


                                                                                                Yogyakarta, 28 februari 2014

 Selamat pagi. Selamat pagi untuk apapun suasana mentari, sebab aku ingin mengucapkan selamat pagi untukmu setiap pagi ketika kelopak matamu melihat sekeliling lantas mendapati sepasang bola mataku menatapmu begitu dalam hingga merasa ikut hanyut didalamnya. Iya ketika Tuhan mengizinkan suatu saat─entah kapan─ aku bisa berbaring disampingmu, satu atap, satu dermaga lantas bersama-sama menghabiskan tutuk usia saling menyempurnakan menjadi kekasih-Nya.
Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun untukmu yang mendekati sempurna, hingga aku pun merasa linglung harus memanjatkan do’a apa lagi agar menjadi segempil rangkaian kata agar selalu kau ingat. Menjadi bagian dari puzzle hidupmu─meski seberapa kecil itu─selagi diridhoi. Sebab aku yakin Tuhan dengan mudah mengabulkan segala doa, sebab Tuhan amat sangat mencintaimu; begitu pula aku. 


Ada satu kesalahan, bukan kesalahan, tepatnya suatu hal yang sampai sekarang dan kapanpun tidak bisa ku perbaiki; aku wanita. Hawa yang setiap pengakuan terdengar rendah dan hina. Lalu hak wanita itu apa? Hanya terdiam lantas menerima hati yang berusaha mengikat lalu berjanji menjaganya? Aku pun ingin begitu? Namun aku merasa jika hatiku sudah ada yang menjaga, siapa? Kamu.

Aku wanita. Mana mungkin bisa aku mengungkap apa-apa yang merongrong memenuhi ruang hatiku yang tak lagi simentris, bergeser setiap harinya menjadi diagonal-diagonal yang tak beraturan tataannya. Penuh sesak kerinduan yang mendekap didalamnya. Seperti riuhnya kisah-kisah pasangan manusia selayaknya. Namun aku begitu amat bersyukur pernah memilikinya. Apa? Bersyukur sebab Tuhan memberiku izin sejak beberapa tahun yang lalu bertemu denganmu─meski sebatas melihatmu dari kejauhan─tapi itu sudah lebih dari cukup.

Aku wanita. Lantas begitu mudahnya para pria memintaku menjadi kekasihnya? Begitu gampangnya para pria bersumpah ingin menjagaku? Begitu polosnya para pria dengan hasratnya ingin menjadikanku jodoh sementara? 

Aku wanita. Lantas aku selalu memperbaiki iman, tabiat, dan peringai menuju sesuatu hal yang hakiki. Memantaskan diri lagi dan lagi mengimbangimu. Agar kelak ketika kau melihatku kau mengenaliku sebagai jodohmu. Aku sudah menolak, aku berulang kali menolak, meski nyatanya hidup dalam kesendirian ataupun dibumbui ejekan lingkungan menyandang status lajang itu tidak mudah. Atau bahkan hinaan dari para lelaki yang tak sampai mendapati hatiku itu membuatku ingin menangis, iya, mereka dengan mudahnya berkata mencintaiku lalu mengataiku wanita penunggu karma. 

Lantas, ketika kau menyadari hidupmu sudah terganggu oleh ulahku. Mungkin sebentar-sebentar kau pernah berfikir ternyata ada wanita yang “nggiloni” sepertiku. Bisa jadi, iya barangkali. Kau tidak tau kan, setiap kali aku melihatmu berkendara aku selalu berucap “hati-hati dijalan”, setiap kali aku melewati rumahmu aku berucap “aku ingin berpulang dirumah itu”, ketika aku melihatmu aku bilang “semoga Tuhan menjaga namaku yang menunggu didepan hatimu”, dan pula saat aku melihat akunmu aku selalu berucap “semoga aku wanita beruntung yang dijodohkan memilikimu”. Kamu juga tidak tahu kan alasanku ingin menghabiskan semasa kuliah lalu berkecamung di prodi sastra, sebab aku ingin menuliskan segala apa-apa yang esok kita jalani─jika Tuhan menghendaki. Aku ingin bisa merapal seluruhmu melalui kata yang terbata-bata, membuat apa-apa yang gila menjadi mereda. 

Kamu, lelaki kemaren Sore. Aku pun tumbuh menjadi wanita sewajarnya, membersamai cinta dengan kerinduan yang melepuh seolah lumpuh ingin membunuh. Aku sudah berulang kali mencari obat, memantapkan hati diperaduan jika menunggumu semoga bagian dari ibadah. Aku mantap menghadap kiblat ketika rindu ini tak tertahan, ketika buih-buih air mataku yang sudah meleleh ini tumpah tak karuan. Iya, aku juga ingin kau merapal namaku disela doamu. 

Kamu lelaki yang kemarin. Entah bagaimana aku bisa menyusun pengakuan. Iya, aku tak berusaha terlihat begitu hina didepan lelaki. Iya Cuma kamu. Cuma kamu yang bisa membuatku lupa caranya malu. Sebab Tuhan sudah mematri namamu dibarisan teratas setelah orangtuaku. 

Kamu lelaki esok. Pun aku pernah berfikir tentang kondisi psikisku jika suatu saat Tuhan tak meridhoi dan menjawab penantianku. Atau begitu mudahnya ku dengar kau hendak menghalalkan diri dengan hawa yang lain─entah apa yang akan terjadi dengan ku. Tak gentar, aku menuai penuh harap dalam redupnya gelap. Aku tak apa-apa menghadapi rancuan kehidupan tanpa pundak. Mendaki ribuan masalah penuh sesak. Sebab menyusuri abjad namamu segala yang ragu takkan menjadi rancu. 

Kau. Aku tak berniat memintamu menjadi milikku dengan tulisan ini. Aku hanya ingin─amat sangat─ kau pun mengamini semoga kau benar tempatku berlabuh. Aku ingin menjadikanmu tempat berpulang, mengerang, merawat, menyantap, menjadi tuan, mengadu, dihatimu? Boleh? Semoga malaikat pun mengamini panjatan ini hingga sampai dikabulkan Tuhan.
Dan untukmu, semoga wanita beruntung yang entah siapa kelak memilikimu meyakinkanku untuk bisa mengiklaskanmu membersamainya─ meski amat sangat berat sekali.

Selamat ulang Tahun...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar